Rabu, 18 Mei 2011

: Laa Taghdob! (Jangan Marah)!

Laa Taghdob wa lakal jannah( janganlah kamu marah maka bagimu surga.) Hadits itulah yang dijadikan senjata anakku ketika aku atau suamiku memarahinya.

Just want to share …semoga bermanfaat

Buat Yang Udah Nikah, Mau Nikah, Punya Niat Untuk Nikah
Sebarkan kepada orang2 yang kalian kenal....... .mudah2an bermanfaat.

Bertengkar adalah phenomena yang sulit dihindari dalam kehidupan
berumah tangga, kalau ada seseorang berkata: "Saya tidak pernah bertengkar
dengan isteri saya !" Kemungkinannya dua, boleh jadi dia belum beristeri,
atau
ia tengah berdusta. Yang jelas kita perlu menikmati saat-saat
bertengkar itu, sebagaimana lebih menikmati lagi saat saat tidak
bertengkar. Bertengkar itu sebenarnya sebuah keadaan diskusi, hanya saja
dihantarkan dalam muatan emosi tingkat tinggi.

Kalau tahu etikanya, dalam bertengkarpun kita bisa mereguk hikmah,
betapa tidak, justru dalam pertengkaran, setiap kata yang terucap
mengandung muatan perasaan yang sangat dalam, yang mencuat dengan
desakan energi yang tinggi, pesan pesannya terasa kental, lebih mudah
dicerna
ketimbang basa basi tanpa emosi.
Tulisan ini murni non politik, jadi tolong jangan tergesa-gesa membacanya.

Bacalah dengan sabar, lalu renungi dengan baik, setelah itu...terapkan
dalam keseharian kita.......setuju friend's???

.....Suatu ketika seseorang berbincang dengan orang yang akan menjadi
teman hidupnya,
dan salah satunya bertanya; apakah ia bersedia berbagi masa depan
dengannya,
dan jawabannya tepat seperti yang diharap.
Mereka mulai membicarakan : seperti apa suasana rumah tangga ke depan.
Salah satu diantaranya adalah tentang apa yang harus dilakukan kala
mereka bertengkar. Dari beberapa perbincangan hingga waktu yang
mematangkannya, tibalah mereka pada sebuah Memorandum of Understanding,
bahwa kalaupun harus bertengkar, maka :

1. Kalau bertengkar tidak boleh berjama'ah

Cukup seorang saja yang marah-marah, yang terlambat mengirim sinyal
nada tinggi harus menunggu sampai yang satu reda. Untuk urusan marah
pantang
berjama'ah, seorangpun sudah cukup membuat rumah jadi meriah. Ketika ia
marah dan saya mau menyela, segera ia berkata "STOP" ini giliran
saya ! Saya harus diam sambil istighfar. Sambil menahan senyum saya
berkata dalam hati : "kamu makin cantik kalau marah,makin energik ..."
Dan dengan diam itupun saya merasa telah beramal sholeh, telah menjadi
jalan bagi tersalurkannya luapan perasaan hati yang dikasihi... "duh
kekasih .. bicaralah terus, kalau dengan itu hatimu menjadi lega, maka
dipadang kelegaan perasaanmu itu aku menunggu ...."

Demikian juga kalau pas kena giliran saya "yang olah raga otot
muka", saya menganggap bahwa distorsi hati, nanah dari jiwa yang
tersinggung adalah sampah, ia harus segera dibuang agar tak menebar
kuman, dan saya tidak berani marah sama siapa siapa kecuali pada isteri
saya :)

Maka kini giliran dia yang harus bersedia jadi keranjang sampah.
pokoknya khusus untuk marah, memang tidak harus berjama'ah, sebab ada
sesuatu yang lebih baik untuk dilakukan secara berjama'ah selain marah :)

2. Marahlah untuk persoalan itu saja, jangan ungkit yang telah terlipat
masa (maksudnya masa lalu kita)

Siapapun kalau diungkit kesalahan masa lalunya, pasti terpojok, sebab
masa silam adalah bagian dari sejarah dirinya yang tidak bisa ia ubah.
Siapapun tidak akan suka dinilai dengan masa lalunya. Sebab harapan
terbentang mulai hari ini hingga ke depan. Dalam bertengkar pun kita perlu
menjaga
harapan dan bukan menghancurkannya. Sebab pertengkaran di antara orang
yang masih mempunyai harapan, hanyalah sebuah foreplay, sedang
pertengkaran
dua hati yang patah asa, menghancurkan peradaban cinta yang telah
sedemikian mahal dibangunnya.

Kalau saya terlambat pulang dan ia marah,maka kemarahan atas
keterlambatan itu sekeras apapun kecamannya, adalah "ungkapan rindu
yang keras". Tapi bila itu dikaitkan dgn seluruh keterlambatan saya,
minggu
lalu,awal bulan kemarin dan dua bulan lalu, maka itu membuat saya terpuruk
jatuh.>

Bila teh yang disajinya tidak manis (saya termasuk penimbun gula),
sepedas apapun saya marah,maka itu adalah "harapan ingin disayangi
lebih tinggi". Tapi kalau itu dihubungkan dgn kesalahannya kemarin dan
tiga
hari lewat,plus tuduhan "Sudah tidak suka lagi ya dengan saya", maka saya
telah menjepitnya dengan hari yang telah pergi, saya menguburnya di
masa lalu, ups saya telah membunuhnya, membunuh cintanya.

Padahal kalau cintanya mati, saya juga yang susah ... OK, marahlah tapi
untuk kesalahan semasa, saya tidak hidup di minggu lalu, dan ia pun
milik hari ini .....

3. Kalau marah jangan bawa-bawa keluarga

Saya dengan isteri saya terikat baru beberapa masa, tapi saya dengan
ibu dan bapak saya hampir berkali lipat lebih panjang dari itu, demikian
juga ia dan kakak serta pamannya. Dan konsep Quran, seseorang itu tidak
menanggung kesalahan fihak lain (QS..53:38-40) .

Saya tidak akan terpantik marah bila cuma saya yang dimarahi, tapi
kalau ibu saya diajak serta, jangan coba coba. Begitupun dia, semenjak
saya
menikahinya, saya telah belajar mengabaikan siapapun di dunia ini
selain dia, karenanya mengapa harus bawa bawa barang lain ke kancah "awal
cinta yang panas ini".

Kata ayah saya : "Teman seribu masih kurang, musuh satu terlalu banyak".
Memarahi orang yang mencintai saya, lebih mudah dicari ma'afnya dari
pada ngambek pada yang tidak mengenal hati dan diri saya..". Dunia sudah
diambang pertempuran, tidak usyah ditambah tambah dengan memusuhi
mertua!

4. Kalau marah jangan di depan anak-anak

Anak kita adalah buah cinta kasih, bukan buah kemarahan dan kebencian.
Dia tidak lahir lewat pertengkaran kita, karena itu, mengapa mereka
harus menonton komedi liar rumah kita.. Anak yang melihat orang tua nya
bertengkar, bingung harus memihak siapa.
Membela ayah, bagaimana ibunya. Membela ibu, tapi itu ' kan bapak saya.
Ketika anak mendengar ayah ibunya bertengkar :

* Ibu : "Saya ini cape, saya bersihkan rumah, saya masak, dan kamu
datang main suruh begitu, emang saya ini babu ?!!!"
* Bapak : "Saya juga cape, kerja seharian, kamu minta ini dan itu dan
aku harus mencari lebih banyak untuk itu,
saya datang hormatmu tak ada, emang saya ini kuda ????!!!!
* Anak : "...... Yaaa ...ibu saya babu, bapak saya kuda .... terus saya
ini apa ?"

Kita harus berani berkata : "Hentikan pertengkaran !" ketika anak datang,
lihat mata mereka, dalam binarannya ada rindu dan kebersamaan.
Pada tawanya ada jejak kerjasama kita yang romantis, haruskah ia
mendengar kata bahasa hati kita ???

5. Kalau marah jangan lebih dari satu waktu shalat

Pada setiap tahiyyat dalam shalat kita berkata : "Assalaa-mu 'alaynaa wa
'alaa'ibaadilahissh oliihiin" Ya Allah damai atas kami, demikian juga
atas hamba hambamu yg sholeh ....

Nah andai setelah salam kita cemberut lagi, setelah salam kita tatap
isteri kita dengan amarah, maka kita telah mendustai Nya, padahal
nyawamu ditangan Nya..

OK, marahlah sepuasnya kala senja, tapi habis maghrib harus terbukti
lho itu janji dengan Ilahi .... Marahlah habis shubuh, tapi jangan lewat
waktu dzuhur, Atau
maghrib sebatas isya ... Atau habis isya sebatas....? ?? Nnngg .. Ah
kayaknya kita sepakat kalau habis isya sebaiknya memang tidak
bertengkar ... :)

6. Kalau kita saling mencinta, kita harus saling mema'afkan

Tapi yang jelas memang begitu, selama ada cinta, bertengkar hanyalah
"proses belajar untuk mencintai lebih intens" Ternyata ada yang masih
setia dengan kita walau telah kita maki-maki.

Ini saja, semoga bermanfa'at,
"Dengan ucapan syahadat itu berarti kita menyatakan diri untuk bersedia
dibatasi".
*Selamat tinggal kebebasan tak terbatas yang dipongahkan manusia pintar
tapi bodoh*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar