Rabu, 18 Mei 2011

Fitrah Manusia adalah Tauhid

Allah menciptakan seluruh makhluq adalah hanya untuk beribadah kepadaNya. Allah sediakan bagi mereka segala hal yang mendukungnya diantaranya ialah rizki. Allah berfirman: Melainkan supaya mereka menyembahKu. Aku tidak menghendaki rizki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah, Dia-lah Maha Pemberi rizki Yang Mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh (Adz-Dzariyat: 56-58)
Jiwa manusia dengan fitrahnya, jika dibiarkan (tanpa ada pengaruh dari luar) akan tumbuh mengakui Allah, uluhiyahNya, mencintaiNya, menyembahNya dan tidak menyekutukanNya dengan suatu apapun. Oleh karena itu tauhid terpusatkan pada fitrah, sedangkan syirik adalah hal baru dan pendatang dalam fitrah tersebut. Allah berfirman: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah (Ar-Rum: 30)
Dari Abu Hurairah beliau berkata, Nabi bersabda:
“Tidak ada seorangpun anak manusia melainkan dilahirkan berdasarkan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang berperan menjadikannya yahudi, nasrani atau majusi” (Muttafaq ‘Alaih)
Awal Mula Penyelewengan Aqidah dalam Sejarah Manusia
Penyelewengan aqidah mulai terjadi pertama kali ialah pada kaum Nuh. Beliau merupakan rasul yang pertama. Dalam kaitan ini, Allah berfirman: Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi setelahnya] (An-Nisa’: 163)
Ibnu Abas berkomentar: Jarak waktu antara nabi Adam dengan nabi Nuh adalah sepuluh abad, semua manusia pada waktu itu masih dalam keadaan bertauhid.
Sedangkan penyebab munculnya syirik pada mulanya ialah berlebih-lebihan dalam menilai orang-orang shalih dan mengangkat kedudukan makhluk setara dengan Khalik. Dalam kitab Bukhari Muslim, disebutkan dari Ibnu Abas, -beliau berkata mengenai ayat- [Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kalian meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kalian dan jangan pula meninggalkan (penyembahan) Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr] (Nuh: 23) Ini adalah nama-nama orang-orang shalih dari kaum nabi Nuh. Ketika mereka meninggal, setan membisiki kaumnya agar membangun di tempat duduk-duduk mereka beberapa patung dan memberi nama dengan nama-nama mereka. Maka mereka lakukan dan tidak menyembahnya hingga generasi mereka semua habis dan mulai dilupakan, maka mulai disembah. Oleh karena itu Allah melarang ghuluw (berlebih-lebihan dalam suatu perkara) dengan firmanNya: [Wahai ahli kitab, janganlah kalian melampaui batas dalam agama kalian] (An-Nisa: 71). Semua itu disebabkan karena bercampur aduknya antara perkara haq dan batil. Hal ini tidak akan terwujud kecuali dengan adanya dua perkara, yaitu:

1. Mencintai orang-orang shalih, untuk itu mereka ciptakan patung mereka sebagai ungkapan kecintaan dan kesukaan untuk melihat wajah-wajah mereka.
2. Bahwasanya ahli ilmu dan agama menginginkan –dengan hal ini- kebaikan, yaitu dapat menjadikannya lebih bersemangat dalam beribadah tetapi keinginan ini menjadi berubah setelah mereka tidak ada.
Maka kita bisa menyimpulkan, bahwasanya orang yang ingin memperkokoh agamanya dengan perbuatan bid’ah, maka sesungguhnya bahaya dan efek negatifnya lebih banyak daripada manfaat dan efek positivnya. Seperti ini pulalah orang yang berlebih-lebihan terhadap diri Nabi, hingga memperingati hari kelahirannya. Mereka –dengan bid’ah ini- sebenarnya menginginkan kebaikan, akan tetapi dampak negativnya lebih besar daripada faedahnya.
Mengenai hal ini, Nabi telah bersabda:

“Janganlah kalian berlebih-lebihan mengenai diriku seperti orang-orang nasrani berlebih-lebihan dalam diri Isa bin Maryam. Sesungguhnya aku adalah seorang hamba, maka katakanlah –mengenai diriku- hamba Allah dan utusanNya” (HR. Bukhari)

“Hindarilah ghuluw, karena sesungguhnya yang menghancurkan orang-orang sebelum kalian adalah sikap ghuluw” (Muttafaq ‘Alaih)
Orang-orang Arab setelah itu adalah menganut agama Ibrahim (tauhid) hingga datanglah Amru bin Luhayy Al-Khuzai. Maka dia rubah agama Ibrahim dan mendatangkan berhala-berhala ke tanah Arab, utamanya ke tanah Hejaz. Lalu berhala-berhala tersebut disembah selain Allah dan menyebarlah syirik secara luas di negeri yang suci ini dan sekitarnya sampai Allah mengutus Nabi kita Muhammad. Beliau mengajak manusia kembali ke tauhid yaitu mengikuti agama Ibrahim dan berjihad di jalan Allah dengan sungguh-sungguh hingga kembali tersebar agama tauhid agama Ibrahim dan hancur berantakan aneka ragam berhala yang ada serta Allah sempurnakan agama dan nikmatNya untuk seluruh manusia.
Hal tersebut berlangsung sesuai dengan jalan Rasul pada abad yang terbaik dari permulaan umat Islam hingga tersebar luasnya kebodohan pada abad-abad belakangan ini dan masuknya agama-agama yang lain. Maka kembalilah syirik tersebar luas di kalangan umat manusia karena para pengajak ke arah yang sesat, adanya bangunan di atas kuburan dengan dalih memuliakan wali atau orang shalih dan pengakuan rasa cinta mereka hingga mereka bangun di atas kuburannya beberapa makam (bangunan) serta menjadikan patung yang lama-kelamaan disembah selain Allah dengan berbagai macam amal taqarrub seperti doa, minta pertolongan, berkurban dan bernadzar untuk mendatangi makam mereka.
Mereka menyebut syirik ini sebagai alat tawassul kepada orang-orang shalih dan sebagai bukti rasa cintanya terhadap mereka bukan menyembahnya seperti perkiraan kebanyakan mereka. Mereka lupa bahwa hal ini adalah seperti yang pernah diucapkan kaum musyrikin tempo dulu.
Sumber : khilafah.or.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar