Selasa, 31 Mei 2011

Ibadah

Kadangkala ketika kita lelah menghadapi aneka masalah hidup di dunia, kita sering bertanya,
“sesungguhnya apakah tujuan kita dihidupkan?” Bahkan tidak jarang orang-orang yang menderita penyakit parah berkepanjangan juga melontarkan pertanyaan serupa. Namun pertanyaan tersebut di luar dugaan pernah terlontar pula dari seseorang yang kaya raya. Padahal uangnya melimpah dan setiap hari berfoya-foya. Tetapi ternyata rutinitas yang menggembirakan itu membuatnya berkalang jenuh. Pada batas kesadarannya ia pun mengajukan pertanyaan yang sama.
Akan tetapi bagi orang yang beriman, dalam keadaan bagaimana pun, tujuan hidupnya sangatlah jelas
yaitu untuk beribadah. “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka
menyembah-Ku.
” (QS. Adz Zariyat: 56) ” … oleh sebab itu sembahlah Dia dan teguhlah untuk menyembah-Nya.” (QS. Maryam: 65) Jika miskin ia akan berusaha sekuat tenaga mencari nafkah, karena bekerja itu ibadah. Apabila kaya-raya, ia juga bisa memanfaatkan harta tersebut untuk beribadah kepada Allah SWT dengan meringankan beban fakir miskin dan anak-anak yatim.
Sekalipun beribadah itu tujuan hidup kita, namun janganlah berlebihan. Abdullah ibnu ‘Amr ra.
mengungkapkan, bahwa Nabi saw. bertanya kepadanya, “Aku telah mendengar berita bahwa engkau senantiasa sholat sepanjang malam, dan selalu berpuasa di siang harinya.“Abdullah ibnu ‘Amr menjawab, “Ya aku mengerjakan hal tersebut.” Lalu Rosulullah saw. bersabda, “Sungguh jika engkau mengerjakan hal itu niscaya matamu mengantuk dan tubuhmu lemah. Sungguh engkau berkewajiban memenuhi hak tubuhmu dan keluargamu, karena itu berpuasalah dan berbukalah. Sholatlah dan tidurlah“. (HR Syaikhon)
Aisyah ra. menuturkan, bahwa Nabi saw. datang untuk menggilirinya. Pada saat itu Aisyah sedang
bersama seorang wanita. Nabi saw. bertanya, “Siapakah wanita ini?” Aisyah menuturkan, “Ya Rosulullah, dia adalah penduduk Madinah yang paling banyak ibadahnya. Dia tidak pernah tidur malam.” Nabi Muhammad Rosulullah saw. bersabda, “Kerjakanlah ibadah menurut kemampuan kalian. Demi Allah, Dia tidak akan bosan sehingga kalian sendirilah yang bosan. Amal ibadah yang paling disukai oleh Allah SWT adalah yang dikerjakan secara terus-menerus“. (HR Lima Ahli Hadits kecuali Tirmidzi).
Kedua hadits di atas menegaskan bahwa kita tidak diperbolehkan ibadah secara berlebihan hingga tidak tidur malam. Sebab ibadah yang paling disukai Allah adalah yang dilakukan secara terus-menerus
(rutin/berkelanjutan) walaupun sedikit. Misalnya sholat dhuha cukup dua rokaat saja, namun dilakukan
setiap hari. Atau sholat tahajud sebanyak dua rokaat saja, tetapi dilakukan setiap malam. Demikian
juga dengan ibadah membaca Al Qur-an harus dilakukan secara rutin setiap hari, walaupun yang dibaca hanya satu ‘ain (ruku’). Hal itu ditegaskan dalam hadits berikut ini. Aisyah mengemukakan, Rosulullah saw. pernah ditanya (oleh seseorang), “Amal apakah yang paling disukai oleh Allah?” Lalu Rosulullah saw. menjawab, “Yang terus menerus dilakukan sekalipun sedikit.” (HR Syaikhon d Tirmidzi)
A. Makna Ibadah
Apakah ibadah itu? Ditinjau dari segi bahasa, ibadah memiliki arti taat atau patuh atau menurut. Para
ahli tauhid mengartikan ibadah dengan meng-Esakan Allah serta menundukkan diri dan jiwa kita
kepada-Nya. Makna ini didasarkan pada ayat, “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun.” (QS. An Nisa’: 36). Namun ibadah, menurut Ahli fiqih, adalah apa yang kita kerjakan untuk meraih keridhoan Allah dan mengharap pahala-Nya di akhirat kelak.
Agar ibadah kita itu mendapatkan ridho dari Allah SWT, maka ada dua syarat yang harus dipenuhi.
1. Sah. Maksudnya perbuatan ibadah (misalnya sholat atau puasa atau haji yang kita kerjakan) tersebut harus sesuai dengan ketentuan hukum Islam.
2. Ikhlas, yakni mengerjakannya semata-mata karena Alllah. Bukan karena mengharap dipuji oleh sesama manusia. Katakanlah (Hai Muhammad), “Sesungguhnya aku diperintahkan agar menyembah Allah dan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama. Dan aku diperintahkan supaya menjadi orang yang pertama-tama berserah diri.” (QS. Az Zumar: 11-12)
B. Macam-macam Ibadah
Praktek ibadah sangatlah beragam, tergantung dari sudut mana kita meninjaunya.
1. Dilihat dari segi umum dan khusus, maka ibadah dibagi dua macam:
a) Ibadah Khoshoh adalah ibadah yang ketentuannya telah ditetapkan dalam nash (dalil/dasar hukum)
yang jelas, yaitu sholat, zakat, puasa, dan haji;
b) Ibadah Ammah adalah semua perilaku baik yang dilakukan semata-mata karena Allah seperti bekerja, makan, minum, dan tidur sebab semua itu untuk menjaga kelangsungan hidup dan kesehatan jasmani supaya dapat mengabdi kepada Allah SWT.
2. Ditinjau dari kepentingan perseorangan atau masyarakat, ibadah ada dua macam:
a) ibadah wajib (fardhu) seperti sholat dan puasa;
b) ibadah ijtima’i, seperti zakat dan haji.
3. Dilihat dari cara pelaksanaannya, ibadah dibagi menjadi tiga:
a) ibadah jasmaniyah dan ruhiyah (sholat dan puasa)
b) ibadah ruhiyah dan amaliyah (zakat)
c) ibadah jasmaniyah, ruhiyah, dan amaliyah (pergi haji)
4. Ditinjau dari segi bentuk dan sifatnya, ibadah dibagi menjadi:
a) ibadah yang berupa pekerjaan tertentu dengan perkataan dan perbuatan, seperti sholat, zakat,
puasa, dan haji;
b) ibadah yang berupa ucapan, seperti membaca Qur’an, berdoa, dan berdzikir;
c) ibadah yang berupa perbuatan yang tidak ditentukan bentuknya, seperti membela diri, menolong orang lain, mengurus jenazah, dan jihad;
d) ibadah yang berupa menahan diri, seperti ihrom, berpuasa, dan i’tikaf (duduk di masjid); dan
e) ibadah yang sifatnya menggugurkan hak, seperti membebaskan hutang, atau membebaskan hutang orang lain.
Apapun macam ibadah yang akan kita lakukan, yang pasti selalu menghadapi godaan baik yang berasal
dari hawa nafsu kita sendiri maupun dari setan. Antara lain: perasaan malas yang luar biasa. Selain
itu yang lebih penting untuk diingat adalah, janganlah sekali-kali kita menghalangi orang lain untuk
beribadah. Sebab ancaman hukumannya dari Allah SWT luar biasa pedihnya. Orang yang menghalangi orang beribadah mendapat siksaan dunia akhirat. “Dan siapakah yang lebih aniaya (selain) dari orang-orang yang menghalangi menyebut nama Allah dalam masjid-masjid dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu fidak sepatutnya masuk ke dalamnya (masjid Allah), kecuali dengan rasa takut. Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat azab yang besar.” (QS. Al Baqarah: 114)
—oOo—

Tidak ada komentar:

Posting Komentar